Mengapa
keluarnya Supersemar menandai lahirnya pemerintah Orde Baru. Agar kalian
memahami, ada baiknya kita flashback ke materi yang lalu. Bagaimana kondisi
bangsa pada masa Demokrasi Terpimpin? Kondisi ekonomi sangat parah dan kondisi
politik memanas karena adanya persaingan politik antara PKI dan TNI AD.
Puncaknya terjadi peristiwa G 30 S/PKI. Akibatnya kehidupan berbangsa mengalami
kekacauan. Oleh karena itu untuk memulihkan keadaan, Presiden Soekarno mengeluarkan
Supersemar. Sekarang kalian paham, bukan? Pada masa Orde Baru, pemerintah
melaksanakan pembangunan untuk menata kehidupan rakyat. Dengan pembangunan
tersebut, tercapai kemajuan dalam berbagai bidang. Namun keberhasilan tersebut
tidak diimbangi dengan fondasi yang kokoh. Akibatnya ketika diterpa krisis
moneter, ekonomi Indonesia mudah rapuh. Mengapa hal tersebut bisa terjadi?
Bagaimana pula dampaknya terhadap kelangsungan pemerintah orde baru? Agar
kalian lebih paham, maka cermatilah materi berikut ini.
A. Lahirnya Orde Baru
Sejak gerakan
PKI berhasil ditumpas, Presiden Soekarno belum bertindak tegas terhadap G 30
S/PKI. Hal ini menimbulkan ketidaksabaran di kalangan mahasiswa dan masyarakat.
Pada tanggal 26 Oktober 1965 berbagai kesatuan aksi seperti KAMI, KAPI, KAGI,
KASI, dan lainnya mengadakan demonsrasi. Mereka membulatkan barisan dalam Front
Pancasila. Dalam kondisi ekonomi yang parah, para demonstran menyuarakan Tri
Tuntutan Rakyat (Tritura). Pada tanggal 10 Januari 1966 para demonstran mendatangi
DPR-GR dan mengajukan Tritura yang isinya:
1.
Pembubaran PKI,
2.
Pembubaran
kabinet dari unsur-unsur G 30 S/PKI, dan
3.
Penurunan
harga.

1.
Menjadi
tonggak lahirnya Orde Baru.
2.
Dengan
Supersemar, Letjen Soeharto mengambil beberapa tindakan untuk menjamin
kestabilan jalannya pemerintahan dan revolusi Indonesia.
3.
Lahirnya
Supersemar menjadi awal penataan kehidupan sesuai dengan Pancasila dan UUD
1945. Kedudukan Supersemar secara hukum semakin kuat setelah dilegalkan melalui
Ketetapan MPRS No. IX/ MPRS/1966 tanggal 21 Juni 1966. Sebagai pengemban dan
pemegang Supersemar, Letnan Jenderal Soeharto mengambil beberapa langkah
strategis berikut.
a.
Pada tanggal
12 Maret 1966 menyatakan PKI sebagai organisasi terlarang dan membubarkan PKI
termasuk ormas-ormasnya.
b.
Pada tanggal
18 Maret 1966 menahan 15 orang menteri yang diduga terlibat dalam G 30 S/PKI.
c.
Membersihkan
MPRS dan DPR serta lembaga-lembaga negara lainnya dari pengaruh PKI dan
unsur-unsur komunis.
B. Berbagai Peristiwa Penting di Bidang Politik pada Masa Orde Baru
Dalam melaksanakan
langkah-langkah politiknya, Letjen Soeharto berlandaskan pada Supersemar. Agar dikemudian
tidak menimbulkan masalah, maka Supersemar perlu diberi landasan hukum. Oleh
karena itu pada tanggal 20 Juni 1966 MPRS mengadakan sidang umum. Berikut ini
ketetapan MPRS hasil sidang umum tersebut.
1.
Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966,
tentang Pengesahan dan Pengukuhan Supersemar.
2.
Ketetapan MPRS No. XI/MPRS/1966,
tentang Pemilihan Umum yang dilaksanakan selambat-lambatnya tanggal 5 Juli
1968.
3.
Ketetapan MPRS No. XII/MPRS/1966,
tentang penegasan kembali Landasan Kebijaksanaan Politik Luar Negeri Indonesia
yang bebas dan aktif.
4.
Ketetapan MPRS No.
XIII/MPRS/1966, tentang Pembentukan Kabinet Ampera.
5.
Ketetapan MPRS No. XXV/MPRS/1966,
tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI), dan menyatakan PKI sebagai
organisasi terlarang di seluruh wilayah Indonesia.
Dalam sidang ini, MPRS juga
menolak pidato pertanggungjawaban Presiden Soekarno yang berjudul “Nawaksara”
(sembilan pasal), sebab pidato pertanggungjawaban Presiden Soekarno tidak
menyinggung masalah PKI atau peristiwa yang terjadi pada tanggal 30 September
1965. Selanjutnya MPRS melaksanakan Sidang Istimewa tanggal 7 – 12 Maret 1967.
Dalam Sidang Istimewa ini MPRS menghasilkan empat Ketetapan penting berikut.
1.
Ketetapan MPRS No.
XXXIII/MPRS/1967 tentang pencabutan kekuasaan dari Presiden Soekarno dan mengangkat
Jenderal Soeharto sebagai Pejabat Presiden sampai dipilihnya presiden oleh MPRS
hasil Pemilu.
2.
Ketetapan MPRS No.
XXXIV/MPRS/1967 tentang peninjauan kembali Ketetapan MPRS No. I/MPRS/1960
tentang Manifesto Politik Indonesia sebagai Garis-Garis Besar Haluan Negara.
3.
Ketetapan MPRS No. XXXV/MPRS/1967
tentang pencabutan Ketetapan MPRS No. XVII/MPRS/1966 tentang Pemimpin Besar
Revolusi.
4.
Ketetapan MPRS No.
XXXVI/MPRS/1967 tentang pencabutan Ketetapan MPRS No. XXVI/MPRS/1966 tentang
pembentukan panitia penelitian ajaran-ajaran Pemimpin Besar Revolusi Bung
Karno.
Berdasarkan Ketetapan MPRS No.
XIII/MPRS/1966 maka dibentuk Kabinet Ampera pada tanggal 25 Juli 1966.
Pembentukan Kabinet Ampera merupakan upaya mewujudkan Tritura yang ketiga,
yaitu perbaikan ekonomi. Tugas pokok Kabinet Ampera disebut Dwi Dharma yaitu
menciptakan stabilitas politik dan stabilitas ekonomi. Program kerjanya disebut
Catur Karya, yang isinya antara lain:
1.
Memperbaiki kehidupan rakyat
terutama sandang dan pangan,
2.
Melaksanakan Pemilu,
3.
Melaksanakan politik luar negeri
yang bebas dan aktif untuk kepentingan nasional, dan
4.
Melanjutkan perjuangan
antiimperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuk dan manifestasinya.
Dengan
dilantiknya Jenderal Soeharto sebagai presiden yang kedua (1967-1998),
Indonesia memasuki masa Orde Baru. Selama pemerintahan Orde Baru, stabilitas
politik nasional dapat terjaga. Lamanya pemerintahan Presiden Soeharto
disebabkan oleh beberapa faktor berikut.
1. Presiden Soeharto mampu menjalin kerja sama dengan golongan
militer dan cendekiawan.
2. Adanya kebijaksanaan pemerintah untuk memenangkan
Golongan Karya (Golkar) dalam setiap pemilu.
3. Adanya penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila) sebagai gerakan budaya yang ditujukan untuk membentuk manusia Pancasila,
yang kemudian dikuatkan dengan ketetapan MPR No II/MPR/1978.
Untuk mewujudkan kehidupan
rakyat yang demokratis, maka diselenggarakan pemilihan umum. Pemilu pertama
pada masa pemerintahan Orde Baru dilaksanakan tahun 1971, dan diikuti oleh
sembilan partai politik dan satu Golongan karya. Sembilan partai peserta pemilu
tahun 1971 tersebut adalah Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI),
Murba, Nahdlatul Ulama (NU), Partai Islam Persatuan Tarbiyah Islam (PI Perti),
Partai Katolik, Partai Kristen Indonesia (Parkindo), Partai Muslimin Indonesia
(Parmusi), Partai Nasional Indonesia (PNI), dan Partai Syarikat Islam Indonesia
(PSII). Organisasi golongan karya yang dapat ikut serta dalam pemilu adalah
Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar). Sejak pemilu tahun 1971
sampai tahun 1997, kemenangan dalam pemilu selalu diraih oleh Golkar. Hal ini
disebabkan Golongan Karya mendapat dukungan dari kaum cendekiawan dan ABRI.
Untuk memperkuat kedudukan Golkar
sebagai motor penggerak Orde Baru dan untuk melanggengkan kekuasaan maka pada
tahun 1973 diadakan fusi partai-partai politik. Fusi partai dilaksanakan dalam
dua tahap berikut.
1) Tanggal
5 Januari 1963 kelompok NU, Parmusi, PSII, dan Perti menggabungkan diri menjadi
Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
2) Tanggal
10 Januari 1963, kelompok Partai Katolik, Perkindo, PNI, dan IPKI menggabungkan
diri menjadi Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
Di samping membina stabilitas
politik dalam negeri, pemerintah Orde Baru juga mengadakan perubahan-perubahan
dalam politik luar negeri. Berikut ini upayaupaya pembaruan dalam politik luar
negeri.
1.
Indonesia Kembali Menjadi
Anggota PBB
Pada tanggal 28 September 1966 Indonesia kembali menjadi
anggota PBB. Sebelumnya pada masa Demokrasi Terpimpin Indonesia pernah keluar
dari PBB sebab Malaysia diterima menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan
PBB. Keaktifan Indonesia dalam PBB ditunjukkan ketika Menteri Luar Negeri Adam
Malik terpilih menjadi ketua Majelis Sidang Umum PBB untuk masa sidang tahun
1974.
2.
Membekukan hubungan
diplomatik dengan Republik Rakyat Cina (RRC)
Sikap politik Indonesia yang membekukan hubungan
diplomatik dengan RRC disebabkan pada masa G 30 S/PKI, RRC membantu PKI dalam
melaksanakan kudeta tersebut. RRC dianggap terlalu mencampuri urusan dalam
negeri Indonesia.
3.
Normalisasi hubungan
dengan Malaysia
Pada tanggal 11 Agustus 1966, Indonesia melaksanakan
persetujuan normalisasi hubungan dengan Malaysia yang pernah putus sejak
tanggal 17 September 1963. Persetujuan normalisasi ini merupakan hasil
Persetujuan Bangkok tanggal 29 Mei sampai tanggal 1 Juni 1966.
Dalam pertemuan tersebut, delegasi Indonesia dipimpin
oleh Menteri Luar Negeri Adam Malik, sementara Malaysia dipimpin oleh Wakil
Perdana Menteri/Menteri Luar Negeri Tun Abdul Razak. Pertemuan tersebut
menghasilkan keputusan yang disebut Persetujuan Bangkok (Bangkok Agreement),
isinya sebagai berikut.
a) Rakyat
Sabah dan Serawak diberi kesempatan untuk menegaskan kembali keputusan yang
telah mereka ambil mengenai kedudukan mereka dalam Federasi Malaysia.
b) Pemerintah
kedua belah pihak menyetujui pemulihan hubungan diplomatik.
c) Tindakan
permusuhan antara kedua belah pihak akan dihentikan.
4.
Berperan dalam
Pembentukan ASEAN
Peran aktif Indonesia juga ditunjukkan dengan menjadi
salah satu negara pelopor berdirinya ASEAN. Menteri Luar Negeri Indonesia Adam
Malik bersama menteri luar negeri/perdana menteri Malaysia, Filipina,
Singapura, dan Thailand menandatangi kesepakatan yang disebut Deklarasi Bangkok
pada tanggal 8 Agustus 1967. Deklarasi tersebut menjadi awal berdirinya organisasi
ASEAN.
C. Kebijakan Ekonomi pada
Masa Orde Baru
Pada masa Orde Baru, Indonesia
melaksanakan pembangunan dalam berbagai aspek kehidupan. Tujuannya adalah
terciptanya masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spirituil
berdasarkan Pancasila. Pelaksanaan pembangunan bertumpu pada Trilogi
Pembangunan, yang isinya meliputi hal-hal berikut.
ü Pemerataan
pembangunan dan hasil-hasilnya menuju terciptanya keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
ü Pertumbuhan
ekonomi yang cukup tinggi.
ü Stabilitas
nasional yang sehat dan dinamis.
Pembangunan nasional pada
hakikatnya adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan
masyarakat Indonesia seluruhnya. Berdasarkan Pola Dasar Pembangunan Nasional
disusun Pola Umum Pembangunan Jangka Panjang yang meliputi kurun waktu 25-30
tahun. Pembangunan Jangka Panjang (PJP) 25 tahun pertama dimulai tahun 1969 –
1994. Sasaran utama PJP I adalah terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat dan
tercapainya struktur ekonomi yang seimbang antara industri dan pertanian.
Selain jangka panjang juga berjangka pendek. Setiap tahap berjangka waktu lima
tahun. Tujuan pembangunan dalam setiap pelita adalah pertanian, yaitu
meningkatnya penghasilan produsen pertanian sehingga mereka akan terangsang
untuk membeli barang kebutuhan sehari-hari yang dihasilkan oleh sektor
industri. Sampai tahun 1999, pelita di Indonesia sudah dilaksanakan sebanyak 6
kali. Untuk lebih jelasnya lihat tabel dibawah ini:
Dalam membiayai pelaksanaan pembangunan, tentu dibutuhkan dana yang besar.
Di samping mengandalkan devisa dari ekspor nonmigas, pemerintah juga mencari
bantuan kredit luar negeri. Dalam hal ini, badan keuangan internasional IMF
berperan penting. Dengan adanya pembangunan tersebut, perekonomian Indonesia
mencapai kemajuan. Meskipun demikian, laju pertumbuhan ekonomi yang cukup besar
hanya dinikmati para pengusaha besar yang dekat dengan penguasa. Pertumbuhan
ekonomi tidak dibarengi dengan pemerataan dan landasan ekonomi yang mantap
sehingga ketika terjadi krisis ekonomi dunia sekitar tahun 1997, Indonesia
tidak mampu bertahan sebab ekonomi Indonesia dibangun dalam fondasi yang rapuh.
Bangsa Indonesia mengalami krisis ekonomi dan krisis moneter yang cukup berat.
Bantuan IMF ternyata tidak mampu membangkitkan perekonomian nasional. Hal inilah
yang menjadi salah satu faktor penyebab runtuhnya pemerintahan Orde Baru tahun
1998.
D. Runtuhnya Orde Baru
Penyebab utama runtuhnya kekuasaan Orde
Baru adalah adanya krisis moneter tahun 1997. Sejak tahun 1997 kondisi ekonomi
Indonesia terus memburuk seiring dengan krisis keuangan yang melanda Asia.
Keadaan terus memburuk. KKN semakin merajalela, sementara kemiskinan rakyat
terus meningkat. Terjadinya ketimpangan sosial yang sangat mencolok menyebabkan
munculnya kerusuhan sosial. Muncul demonstrasi yang digerakkan oleh mahasiswa.
Tuntutan utama kaum demonstran adalah perbaikan ekonomi dan reformasi total.
Demonstrasi besar-besaran dilakukan di Jakarta pada tanggal 12 Mei 1998. Pada
saat itu terjadi peristiwa Trisakti, yaitu me-ninggalnya empat mahasiswa Universitas
Trisakti akibat bentrok dengan aparat keamanan. Empat mahasiswa tersebut adalah
Elang Mulya Lesmana, Hery Hariyanto, Hendriawan, dan Hafidhin Royan. Keempat
mahasiswa yang gugur tersebut kemudian diberi gelar sebagai “Pahlawan
Reformasi”. Menanggapi aksi reformasi tersebut, Presiden Soeharto berjanji akan
mereshuffle Kabinet Pembangunan VII menjadi Kabinet Reformasi. Selain itu juga
akan membentuk Komite Reformasi yang bertugas menyelesaikan UU Pemilu, UU
Kepartaian, UU Susduk MPR, DPR, dan DPRD, UU Antimonopoli, dan UU Antikorupsi.
Dalam perkembangannya, Komite Reformasi belum bisa terbentuk karena 14 menteri
menolak untuk diikutsertakan dalam Kabinet Reformasi. Adanya penolakan tersebut
menyebabkan Presiden Soeharto mundur dari jabatannya.
Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998
Presiden Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden RI dan
menyerahkan jabatannya kepada wakil presiden B.J. Habibie. Peristiwa ini
menandai berakhirnya kekuasaan Orde Baru dan dimulainya Orde Reformasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Sebelum Berkomentar, Dibaca Dulu Peraturannya !!!
1. Dilarang Flood
2. Dilarang SPAM
3. Dilarang Live Link
4. Dilarang Berkomentar Memakai Bahasa Kotor / Binatang
5. Dilarang Mencari Keributan
6. Berkomentarlah Dengan Bahasa Yang Sopan
7. Dilarang Ber-Anonim, Harus Sesuaikan Nama Anda, Jika tidak punya alamat website, Masukkan ke Alamat Akun Facebook / Twitter anda...
Jika Kalian Sudah Mengerti Silahkan Berkomentar
Admin